Minggu, 05 Februari 2012

Selaraskan Cinta


Setiap orang pasti pernah jatuh cintakan? Kamu juga pernahkan? Pernah mencintai dan di cintai?
Cerita cinta memang ga pernah ada habisnya. Ijinkan saya menceritakan sebuah cerita saya. Sebuah cerita cinta sejati. Penasaran?

Pagi itu mendadak ada sms dari orang tua,  mereka ke jogja. Awalnya saya mengira mereka ada acara terus mampir ke tempatku. Ternyata saya salah. Mereka jauh-jauh dari magelang, khusus hari itu pergi ke jogja untuk menemui saya. Mereka rela “mbolos” kerja hanya untuk menemui saya. Untuk apa coba? Memberikan sebuah surat.

Surat? surat cinta? Surat apa yah?

Surat itu adalah surat edaran/pengumuman penerimaan CPNS!

Yah, itulah salah satu usaha terbesar orang tua saya membujuk saya agar masuk PNS. Bukan rahasia lagi kalau kedua ortunya adalah semua PNS dan mengidolakan anaknya semua masuk PNS. PNS memang sebagian orang bagaikan gadis cantik yang diburu dan di sanjung banyak orang. Begitupula orang tua saya, sudah sewajarnya mereka mengharapkan itu.

nek mlebu PNS ki enak, gajine tetap lan jelas, terus oleh pensiun” rayu ibunda.

Bisa jadi inilah salah satu ujian terberat saya. Kalau biasanya aku bisa menolak dengan enteng, tapi kali ini beda. Masak aku harus membiarkan pengorbanan mereka?

Gejolak jiwa memang terasa, namun keteguhan hati tidak terpengkiri. Dengan berat hati memang saya menolak permintaan mereka. Saat itu diskusi, dialog benar-benar terasa panjang. Beribu argumen dari saya dan ortu cukup mewarnai pagi itu. Akhirnya ibunda pun mengatakan : “apa pilihanya kita pasti mendukung, wong kowe sing ngalakoni”. Alhamdulillah memang akhirnya ibunda memahami, tapi hati ini masih menangis tidak bisa mengabulkan segala permintaannya?

Apakah saya salah? Memang dulu saya pernah berpikiran demikian, haruskan saya mengorbankan mimpi dan kebahagiaan saya demi kebahagiaan orang lain? Benarkah orang tua kita bahagia jika kita benar-benar melakukan permintaannya? Adakah cara lain agar kita tetap bahagia dan orang tua bahagia?

Salah satu yang saya lakukan dalam dialog itu adalah menselaraskan apa keinginan / persepsi/ pandangan saya dengan keinginan / persepsi/ pandangan orang tua. Salah satu argumen saya yang mungkin diterima mereka adalah : “kulo pun nate kerjo ting kampus, ra krasan. Koncoku kulo nggeh wonten metu seko PNS, terus wiraswasta” artinya : “saya pernah kerja di kampus tapi ga kerasan, teman saya juga ada yang jadi PNS tapi keluar terus buka usaha.”

Yah, informasi cukup membuka pandangan orang tua, “oh, iya to?”. Ini merupakan hal wajar bagi mereka, karena lingkungan mereka pasti bawa menjadi PNS itu nyaman, dan mereka sendiri juga merasakan. Tapi terkadang mereka kurang memahami dunia di luar mereka. Apalagi kedua orang tuaku bukanlah pejabat tinggi yang memiliki pendidikan tinggi.

Dan yang tidak kalah penting adalah menselaraskan juga UKURAN paradigma kita. Maksudnya? Setiap orang pasti mempunyai ukuran-ukuran  sendiri terhadap apa itu kebahagiaan dan kesukesanan. Hal ini perlu kita pahami dan selaraskan. Coba tanyakan ukuran keberhasilan dan kebahagiaan kita. Ungkapkan juga ukuran-ukuran kita, agar mereka juga bisa memahami. Coba buat konkret agar saling memahami.

Contohnya, dulu aku pernah bilang salah satu kebahagiaanku memilih jadi pengusaha adalah waktuku yang fleksibel, bisa Shalat jamaah terus tanpa takut dengan atasan atau kerjaan belum beres.

Kita semua tahu orang tua kita pasti mencintai kita. Tapi bukan berati menuruti segala permintaanyakan? Salah satu alasan kuat, saya berani “menolak” permintaanya adalah saya jarang sekali meminta kepada orang tua. Bahkan sejak lulus saya sudah benar-benar mandiri, bahkan semenjak SD tidak pernah minta sangu, tapi kalau dikasih ya tetap diterima, hehe

Ketika orang tua kita memberikan “fasilitas” kepada kita, tentu mereka punya hak untuk mengatur kita. Namun ketika kita sudah mampu lepas dari ketergantungan mereka, kita mempunyai kekuatan sendiri untuk membuktikan kepada mereka. Saya tahu ini ga mudah, namun saya yakin semua pasti mempunyai tujuan yang sama kebaikan bersama

Orang tua kita pasti punya cara sendiri agar mereka bahagia. Dan kita juga punya jalan sendiri agar kita bahagia. Tugas kita adalah menjembatani kedua hal tersebut, terkadang memang harus ada yang mengalah.
Tapi saya yakin semua hal bisa kita selesaikan bersama dengan kekuatan CINTA. Cinta yang tulus dari orang tua, dan Cinta kita sejati untuk berbakti kepada mereka. Semoga kita menjadi golongan orang berbakti kepada orang tua kita. Amiin

Ini ceritaku, bagaimana ceritamu?
Apapun ceritanya....
Enjoy ther procces, enjoy yourself


Cara “Arif” jadi Entrepreneur

0 comments: