Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak akan lepas dari kehidupan keluarga. Keluarga inilah yang merupakan kehidupan sosial pertama kita dalam mengarungi hidup ini. Terlepas dari nilai-nilai, norma-norma yang berkembang dalam masyarakat ataupun budaya yang ada, kita pasti akan membawa nilai-nilai atau norma-norma yang tumbuh dalam keluarga kita.
Keluarga terkadang disebut sebagai suatu kelompok yang merupakan unit terkecil dari masyarakat. Keluarga yang lengkap terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga disebut kelompok karena setiap peran dimainkan dalam keluarga(Andayani, 2000). Masing-masing anggota keluarga mempunyai tugas, kewajiban dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Peran yang ada pada anggota keluarga ini sangatlah penting agar terciptanya suatu keluarga yang harmonis dan sejahtera. Keluarga yang harmonis ini dapat dilihat dari kualitas interaksi dan komunikasi bagi setiap anggota keluarga. Keluarga harmonis ini dalam masyarkat kita yang terkenal akan religiusitasnya ini sering di terjemahakan sebagai keluarga yang sakinah. Menurut Prof. Drs Koentjoro Mbsc. Phd. dalam kuliah Psikologi Keluarga, keluarga sakinah terdiri dari 5 saling, yaitu saling mencintai, saling mengingatkan, saling menjaga, saling memahami dan saling mendoakan.
Tentunya tidak mudah untuk mencapai suatu keluarga yang harmonis ini, di butuhkan suatu komunikasi dan suatu budaya atau kebiasaan keluarga yang dapat memfasilitasi peran anggota keluarga guna tercapainya keluarga yang harmonis. Disini peran orang tua sangatlah penting dalam keluarga itu sendiri. Orang tua harus dapat menumbuhkan suasana yang harmonis dalam keluarganya. Peran orang tua disini dapat dilihat bagaimana mereka mendidik dan mengasuh anak-anaknya. Bagaimana peran orang tuanya dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya ini akan menciptakan keluarganya itu menjadi keluarga yang harmonis atau tidak.
Parenting menurut Shanock (Gambarino & Bern, 1992 dalam Andayani dan Koentjoro,2004) adalah suatu hubungan yang intens berdasarkan kebutuhan yang berubah secara pelan dengan perkembangan anak. Idealnya, setiap orang tua harus ikut mengambil bagian dalam mengantarkan anak-anaknya menjadi seorang dewasa. Setiap anak akan belajar untuk mandiri dan dewasa dengan adanya internalisasi nilai-nilai yang diberikan oleh orang tuanya sehingga menumbuhkan perilaku yang dibawanya kelak jika dewasa. Perilaku yang timbul di masa dewasa ini tidak lepas dari pengalaman-pengalaman yang tumbuh dari keluarganya yang menyebabkan setiap orang mempunyai nilai-nilai sendiri dalam masyarakat.
Dalam mengasuh anak ini dalam masyarakat kita peran ibu dirasakan lebih besar daripada peran ayahnya itu sendiri. Ini terkait dengan budaya kita bila tugas seorang ibu adalah mengasuh anak, dalam budaya jawa sendiri kita mengenal istilah masak, manak, macak (Memasak (menyiapkan makanan), melahirkan (mengasuh anak) dan berhias) yang diidentikan terhadap seorang ibu (wanita). Bahkan dewasa ini peran ibu yang identik dengan mengasuh anak pun mulai luntur dengan banyaknya wanita karier yang sudah tidak sempat lagi untuk mengasuh anaknya dan tugas pengasuhan ini dibebankan kepada baby sister ataupun pembantu lainnya. Walaupun akhir-akhir para orang tua (ibu-ibu) sudah mulai sadar bahwa pola pengasuhan oleh baby sister ataupun orang lain itu akan memberikan dampak yang kurang baik perkembangan anaknya.
Selain peran ibu dalam mengasuh anak, kita juga tidak akan lepas dari peran ayah itu sendiri. Peran ayah sekarang dirasa penting guna tercapainya keluarga yang harmonis. Karena ayah merupakan kepala keluarga yang tentunya memiliki suatu kekuatan untuk menentukan arah dari keluarga itu sendiri. Seorang ayah harus mampu membawa anak-anak menjadi menjadi seorang dewasa yang kelak akan membawa nama keluarga.
Dalam makalah ini penulis mencoba mengamati peran ayah dalam keluarganya dalam keluarga usia muda. Keluarga tersebut terdiri dar A (Ayah), D (ibu) dan Z (anak). Keluarga ini menikah pada usia 22 tahun untuk A dan D usia 19 tahun. Dan sekarang merupakan tahun kedua bagi kedua pasangan tersebut dalam menjalni keluarga dan sudah dikaruniani seorang anak yang berumur 1 tahun. Saat ini A masih terdaftar sebagai Mahasiswa semester akhir di sebuah PTS di kota M dan sedang menyelesaikan skripsinya, sedangkan D juga seorang mahasiswa di perguruan tinggi yang sama. Dalam keseharianya keluarga ini masih menempati rumah orang tuanya masing-masing, biasnya setiap hari senin sampai jumat keluarga ini tinggal di rumah orang tua A sedang hari Sabtu-Minggu di rumah orang tua D. Baik A maupun D belum mempunyai penghasilan tetap, dari segi ekonomi keduanya masih mengandalakan uluran dari orang-orang tuanya. Begitupula dalam pengasuhan anaknya kedua orang tua baik A dan D masih banyak terlibat dalam pengasuhan cucunya tersebut. A dan D oleh kedua orang tuanya dianggap kurang mampu untuk mengasuh anaknya secara benar.
Sebagai pasangan muda, A seringkali masih lupa akan perannya sekarang sebagai seorang suami/ ayah mereka terkadang masih terbawa oleh kebiasaan teman-temannyanya yang notabene belum berkeluarga, seperti masih suka bermain PS2/ games di komputer, nongkrong dansebagainya. Dan masih tergantungnya perekonomian keluarga dengan orang tuanya serta belum punya penghasilan yang tetap membuatnya kurang begitu memikirkan tentang memberi nafkah bagi istrinya. Namun sejak kelahiran Z, sedikit berubah dia sudah mulai memikirkan untuk membesarkan anaknya sendiri. A terlihat ingin selalu terlibat dalam pengasuhan anaknya. Dia sering bergantian dengan D dalam pengasuhannya. Namun A juga sering terlihat merasa bosan dengan kegiatan mengasuh anak tersebut, jika sudah lelah atau bosan dia biasanya menyuruh adiknya atau membawa Z ke tempat B (bibi A) untuk menjaga Z. Hal ini sering dilakukannya A, karena sebagai tempat dari keluar dari tanggung jawabnya, A juga biasanya memanfaatkannya untuk melakukan kegiatan lain seperti pergi ke tempat teman ataupun bermain PS/ games di komputer yang sudah merupakan hobinya. Hal ini jugalah yang membuat orang tua merasa kurang percaya terhadap A dalam pengasuhan anaknya.
Begitupula dengan D, dia terlihat kurang begitu siap dengan keadaannya sekarang. Dia masih sering meninggalkan tugasnya untuk mengasuh anaknya dan biasanya D lebih sering menyerahkan tugas tersebut kepada orang tua D, yang merupakan seorang pensiunan dan terlihat sangat senang dengan kegiatan mengasuh Z yang merupakan cucunya yang pertama itu sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luangnya. Selain itu, D yang merupakan anak terakhir dari dua bersaudara merupakan anak yang selalu dipenuhi keinginannya oleh orang tuanya, sehingga menyebabkan kurangnya kemandirian pada diri D. D terlihat masih belum bisa lepas dari ketergantungannya dengan orang tuanya.
Untuk itu diperlukan komunikasi yang baik antara orang tua A dan orang tua D dalam pemberian peran dan tanggung jawab dalam pengasuhan anak mereka. Mereka harus diberi kepercayaan dalam pengasuhan anaknya secara penuh. Walaupun masih diperlukan beberapa bimbingan terhadap pasangan muda ini, setidaknya harus diberikan arahan tentang pentingnya pengasuhan Z oleh kedua orang tuanya. Selain komunikasi kedua orang tua baik A dan D harus menumbuhkan adanya keterbukaan dalam keluarga tersebut sehingga sebagai pasangan muda mereka akan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam pengasuhan anaknya tersebut tanpa ditutupi sehingga bila diperlukan orang tua A dan D dapat membantu.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, B. 2000. Profil keluarga anak-anak bermasalah. Jurnal Psikologi,
2. Desember.
Andayani, B. dan Koentjoro. 2004. Psikologi Keluarga: Peran Ayah Menuju Coparenting. Sidoarjo: Citramedia
5 Tren Investasi di 2025: Mana yang Paling Cocok untuk Anda?
6 hari yang lalu
0 comments:
Posting Komentar