Setiap orang pasti pernah jatuh
cintakan? Kamu juga pernahkan? Pernah mencintai dan di cintai?
Cerita cinta memang ga pernah ada
habisnya. Ijinkan saya menceritakan sebuah cerita saya. Sebuah cerita cinta
sejati. Penasaran?
Pagi itu mendadak ada sms dari
orang tua, mereka ke jogja. Awalnya saya
mengira mereka ada acara terus mampir ke tempatku. Ternyata saya salah. Mereka jauh-jauh
dari magelang, khusus hari itu pergi ke jogja untuk menemui saya. Mereka rela “mbolos”
kerja hanya untuk menemui saya. Untuk apa coba? Memberikan sebuah surat.
Surat? surat cinta? Surat apa
yah?
Surat itu adalah surat
edaran/pengumuman penerimaan CPNS!
Yah, itulah salah satu usaha
terbesar orang tua saya membujuk saya agar masuk PNS. Bukan rahasia lagi kalau
kedua ortunya adalah semua PNS dan mengidolakan anaknya semua masuk PNS. PNS
memang sebagian orang bagaikan gadis cantik yang diburu dan di sanjung banyak
orang. Begitupula orang tua saya, sudah sewajarnya mereka mengharapkan itu.
“nek mlebu PNS ki enak, gajine
tetap lan jelas, terus oleh pensiun” rayu ibunda.
Bisa jadi inilah salah satu ujian
terberat saya. Kalau biasanya aku bisa menolak dengan enteng, tapi kali ini
beda. Masak aku harus membiarkan pengorbanan mereka?
Gejolak jiwa memang terasa, namun
keteguhan hati tidak terpengkiri. Dengan berat hati memang saya menolak
permintaan mereka. Saat itu diskusi, dialog benar-benar terasa panjang. Beribu argumen
dari saya dan ortu cukup mewarnai pagi itu. Akhirnya ibunda pun mengatakan : “apa
pilihanya kita pasti mendukung, wong kowe sing ngalakoni”. Alhamdulillah memang
akhirnya ibunda memahami, tapi hati ini masih menangis tidak bisa mengabulkan
segala permintaannya?
Apakah saya salah? Memang dulu
saya pernah berpikiran demikian, haruskan saya mengorbankan mimpi dan
kebahagiaan saya demi kebahagiaan orang lain? Benarkah orang tua kita bahagia
jika kita benar-benar melakukan permintaannya? Adakah cara lain agar kita tetap
bahagia dan orang tua bahagia?
Salah satu yang saya lakukan
dalam dialog itu adalah menselaraskan apa keinginan / persepsi/ pandangan saya
dengan keinginan / persepsi/ pandangan orang tua. Salah satu argumen saya yang
mungkin diterima mereka adalah : “kulo pun nate kerjo ting kampus, ra krasan. Koncoku
kulo nggeh wonten metu seko PNS, terus wiraswasta” artinya : “saya pernah kerja
di kampus tapi ga kerasan, teman saya juga ada yang jadi PNS tapi keluar terus
buka usaha.”
Yah, informasi cukup membuka
pandangan orang tua, “oh, iya to?”. Ini merupakan hal wajar bagi mereka, karena
lingkungan mereka pasti bawa menjadi PNS itu nyaman, dan mereka sendiri juga
merasakan. Tapi terkadang mereka kurang memahami dunia di luar mereka. Apalagi kedua
orang tuaku bukanlah pejabat tinggi yang memiliki pendidikan tinggi.
Dan yang tidak kalah penting
adalah menselaraskan juga UKURAN paradigma kita. Maksudnya? Setiap orang pasti
mempunyai ukuran-ukuran sendiri terhadap apa itu kebahagiaan dan
kesukesanan. Hal ini perlu kita pahami dan selaraskan. Coba tanyakan ukuran
keberhasilan dan kebahagiaan kita. Ungkapkan juga ukuran-ukuran kita, agar
mereka juga bisa memahami. Coba buat konkret agar saling memahami.
Contohnya, dulu aku pernah bilang
salah satu kebahagiaanku memilih jadi pengusaha adalah waktuku yang fleksibel,
bisa Shalat jamaah terus tanpa takut dengan atasan atau kerjaan belum beres.
Kita semua tahu orang tua kita
pasti mencintai kita. Tapi bukan berati menuruti segala permintaanyakan? Salah satu
alasan kuat, saya berani “menolak” permintaanya adalah saya jarang sekali
meminta kepada orang tua. Bahkan sejak lulus saya sudah benar-benar mandiri, bahkan
semenjak SD tidak pernah minta sangu, tapi kalau dikasih ya tetap diterima,
hehe
Ketika orang tua kita memberikan “fasilitas”
kepada kita, tentu mereka punya hak untuk mengatur kita. Namun ketika kita
sudah mampu lepas dari ketergantungan mereka, kita mempunyai kekuatan sendiri
untuk membuktikan kepada mereka. Saya tahu ini ga mudah, namun saya yakin semua
pasti mempunyai tujuan yang sama kebaikan bersama
Orang tua kita pasti punya cara
sendiri agar mereka bahagia. Dan kita juga punya jalan sendiri agar kita
bahagia. Tugas kita adalah menjembatani kedua hal tersebut, terkadang memang
harus ada yang mengalah.
Tapi saya yakin semua hal bisa
kita selesaikan bersama dengan kekuatan CINTA. Cinta yang tulus dari orang tua,
dan Cinta kita sejati untuk berbakti kepada mereka. Semoga kita menjadi
golongan orang berbakti kepada orang tua kita. Amiin
Ini ceritaku, bagaimana ceritamu?
Apapun ceritanya....
Enjoy ther procces, enjoy yourself
Cara “Arif” jadi Entrepreneur
0 comments:
Posting Komentar